MENGAPA BAYI BERWARNA KUNING
jangan anggap enteng penyakit kuning pada bayi seringkali akan hilang dlam sepekan tanpa pengobatan. bawalah langsung ke rumah sakit. dan dokter mungkin akan menarankan terapi foto (penyinaran dengan ultraviolet yang biasa disebut sinar bili) utuk mempercepat penyembuhan .
memberi ASI sesering mungkin uga akan mempengaruhi tingkat billirubin karena semakin sering bayi BAB makin baik karena billirrubin keluar barsama Feses.
lebih dari setengah bayi yang baru lahir terlihat kuning di kultnya yang mungkin baru terhat tiga atau lima hari setelah kelahiran. biasanya bagian pertama terlihan di bagian wajahnya dan kemudian menyebar keseluruh tubuh.
sumber :mimpi, senyum dan tangis Bayi anda ( Ery soekresno, Psi & irwan Rinaldi SS. )
Jumat, 27 Juni 2014
KELAPA BAYI SEPERTI KERUCUT
KELAPA BAYI SEPERTI KERUCUT
Bagi Dokter, bentuk kepala yang seperti kerucut merupakan konekuensi logis kerena kpala bayi memang dibentuk sesuai dengan proses kelahiran.
utuk memudahkan kelahirannya , tengkorak kepala yang masih lunak dan sedikit terjepit akan mengerucut di jalan lahirkhususnya pada proses kelahiran melalui vagina.
tengkorak kepala akan segera berubah pada bentuknya semula yaitu kepala yang membulat.
sumber ; mimpi, senyum dan tangis Bayi anda ( Ery Soekresno, Psi & Irwan Rinaldi, SS.)
HAMPIR SELURUH TUBUH BAYI TERTUTUP RAMBUT HALUS
HAMPIR SELURUH TUBUH BAYI TERTUTUP RAMBUT HALUS
kadang-kadang bayi yang baru dilahirkan, hampir seluruh tubuhnya tertutup rambut halus yang di sebut lanugo. ini sering mencemaskan ibu yang baru saja melahirkan. lanugo itu sendiri akan hilang dengan senirinya.
sebenarnya begitulah keadaan bayi di dalam kandungan. biasanya lanugo itu sudah hilang pada kehamilan ulan kenam dan hampir semuanya hilang pada kehamilan bulan kedelapan kecuali kasus kasus yang masih ditemui setelah bayi dlahirkan, pada bayi- bayi prematur misalnya.
letak rabut lanugo biasanya di pundak,pungggung, ppi, telinga, dahi. lanugo tumbuh karena konsekuensi logis adanya pertumbuhan yang cepat dari bakal rambut di bagian bawah kulit. biasanya lanugo keluar terlebih dahulu, menghilang, kemudian keluarlah lemak kulit pada akhir kehamilan sehingga tubuh bayi menjadi lemak kulit pada akhir kehamilan sehingga tubuh bayi menjadi minyak dan licin. lemak di kulit bayi diperlukan untuk memudahkan jalan keluar dalam proses persalinan.
sumber : mimpi, senyum dan tangis bayi anda / pengarang : Ery Soekresno, Psi & Irwan Rinaldi, SS.
sumber : mimpi, senyum dan tangis bayi anda / pengarang : Ery Soekresno, Psi & Irwan Rinaldi, SS.
10 Keajaiban ASI
10 Keajaiban ASI

Tahukah mengapa hanya ASI yang sebetulnya dibutuhkan sekaligus diinginkan bayi? Jawabannya, karena ASI mempunyai berjuta manfaat gizi, memberikan kenyamanan menyusui yang tiada tara (hmm... enak mana ya puting ibu atau dot dari silikon dan karet?), membangun pertahanan tubuh, punya rasa yang enak, suhu yang pas, dan tak membuat bayi berisiko sakit perut. Inilah perincian keajaiban ASI bagi bayi:
1. Gizi yang dibutuhkan bayi pasti tercukupi
ASI secara unik merupakan makanan terbaik bagi bayi, yang mencukupi kebutuhan fisik dan emosionalnya. Dengan memberikan ASI, nutrisi yang diperlukan oleh tubuh untuk tumbuh akan tercukupi, juga cinta dan kasih sayang yang diperlukan untuk perkembangan mentalnya.
2. Kekebalan tubuh terjaga
ASI mengandung bahan penting untuk menjaga kekebalan tubuh bayi. Bayi yang menyusu mendapat antibodi (zat pembunuh kuman) dari ASI. ASI juga mengandung sel-sel hidup yang dapat membunuh kuman yang masuk ke dalam tubuh. Bayi yang tidak mendapat ASI, pada tubuhnya akan terbentuk zat besi "bebas", dan kuman membutuhkan zat besi bebas ini untuk dapat tumbuh subur, ibaratnya kuman mendapat pupuk sehingga tumbuh subur dalam tubuh bayi. Banyaknya kuman dalam tubuh memperbesar risiko penyakit leukimia pada anak dan kanker kelenjar yang disebabkan virus.
3. Mencegah penyakit saluran pernapasan
Bayi-bayi yang mendapat ASI eksklusif lebih jarang menderita penyakit saluran pernapasan. Mereka juga jarang mengalami flu dan penyakit berat lainnya seperti bronkitis dan pneumonia.
4. Jarang alergi
Dibanding dengan bayi yang tidak mendapat ASI, bayi-bayi ASI eksklusif lebih jarang menderita eksim dan ruam popok. Reaksi hipersensitif terhadap protein susu sapi melibatkan mekanisme sistem imun. Sistem kekebalan tubuh bayi akan melawan protein yang terdapat dalam susu sapi sehingga gejala reaksi alergi muncul. Reaksi itu terjadi akibat ketidakcocokan terhadap bahan-bahan pada susu formula seperti kasein, laktosa, gluten, bahkan bahan tambahan lainnya seperti DHA dan minyak jagung.
5. Melindungi berbagai penyakit
Bayi-bayi yang mendapat ASI eksklusif jarang terkena diare, muntah, infeksi telinga tengah, diabetes melitus, kanker getah bening (limfoma malignum), dan lebih jarang masuk RS dibanding bayi yang tidak mendapat ASI. Jangan sepelekan diare, sebab menurut data terakhir, setiap jam ada 10 bayi yang meninggal akibat diare di seluruh dunia. Itu semua bisa dicegah bila ibu bersedia memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.
6. Mencegah obesitas
Dari penelitian yang ada, terbukti bayi-bayi yang mendapat ASI eksklusif lebih kecil kemungkinannya menjadi kegemukan (obesitas) di kemudian hari. Mencegah obesitas sama halnya memperkecil peluang datangnya serangkaian penyakit berbahaya seperti jantung, diabetes melitus, stroke dan sebagainya saat dewasa kelak.
7. Tak ada kandungan berbahaya
Dalam ASI hanya ada zat bermanfaat, tak ada kandungan yang berbahaya sama sekali. Bila sejak bayi sudah memperoleh asupan mineral yang tinggi (umumnya terjadi pada bayi-bayi yang tidak mendapat ASI), risiko hipertensi dan stroke setelah dewasa lebih besar.
8. Lebih tenang
Secara psikologis anak-anak yang mendapat ASI lebih tenang, sebab ASI tidak mengandung kasein (protein susu sapi). Tidak semua bayi bisa mencerna kasein. Ketidakcocokan ini bisa menyebabkan gangguan perilaku.
9. Lebih cerdas
Seperti diketahui komponen utama pembentuk otak adalah lemak dan bahan baku untuk membentuk sel-sel saraf baru di dalam otak adalah protein. ASI kaya akan asam lemak rantai panjang tak jenuh ganda yang berpengaruh penting dalam otak dan kecerdasan. Penelitian yang dilakukan di Universitas Colorado, AS, terhadap 126 kakak beradik dari 59 keluarga menyimpulkan anak yang mendapat ASI cenderung memiliki nilai akademis lebih baik dibanding yang tidak mendapat ASI. Nilai akademis memang tidak menjamin keberhasilan anak di masa depan, tetapi hal ini dapat menjadi salah satu indikasi kecerdasan.
10. Ikatan dengan ibu lebih kuat
Menyusui membuat hubungan emosional antara ibu dan bayi terjalin kuat. Seringnya kontak bayi dan ibu saat pemberian ASI membuat kebersamaan membekas lebih mendalam.
sumber : http://www.tabloid-nakita.com/
Kamis, 26 Juni 2014
Mekanisme pelepasan plasenta
Nama: Ni putu intan sri handayani
NIM : 030112b051
Kls : I B
MEKANISME PELEPASAN PLASENTA
A .Pengertian
Kala III persalinan dimulai dari kelahiran bayi sampai pengeluaran plasenta dan selaput ketuban (Jones, 2001 : 75).
Pada kala III persalinan otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ini menyebabkan berkurangnya implantasi plasenta menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus (Depkes RI, 2007 : 123).
Tiga tanda lepasnya plasenta yaitu perubahan bentuk dan tinggi uterus, tali pusat memanjang dan semburan darah mendadak dan singkat (Depkes RI, 2007 : 124).
B. Fase – Fase pelepasan plasenta
Proses kelahiran plasenta ini berlangsung 5-30 menit dengan kontraksi uterus 2-3 menit sekali. Antara multipara dan primipara biasanya tidak terdapat perbedaan pada durasi kala III (Farrer, 2001 : 128).
Kala III terdiri dari 2 fase yaitu
a) Fase pelepasan uri
Selama proses persalinan terjadi kontraksi otot rahim yang disertai retraksi, artinya panjang otot rahim tidak kembali pada panjang semula sehingga plasenta terlepas dari implantasinya. Umumnya pelepasan terjadi dalam 5 menit terahir kala II.
Gejala – gejala yang menunjukkan terjadinya pelepasan plasenta meliputi :
§ Keluarnya darah dari vagina
§ Tali pusat diluar vagina bertambah panjang
§ Fundus uteri didalam abdomen meninggi pada saat placenta keluar dari uterus masuk kedalam vagina.
§ Uterus menjadi keras dan bulat
Cara pelepasan ada beberapa macam yaitu :
(1) Cara pelepasan menurut Duncan
Lepasnya uri mulai dari pinggir,jadi pinggir uri lahir duluan.
(20 %). Darah akan mengalir keluar antara selaput ketuban.
(2) Cara pelepasan menurut Schultte
Lepasnya seperti kita menutup payung, cara ini yang paling sering terjadi (80%). Yang lepas duluan adalah bagian tengah, lalu terjadi retroplasental hematoma yang menolak uri mula – mula bagian tengah,kemudian seluruhnya. Menurut cara ini,perdarahan biasanya tidak ada sebelum uri lahir dan banyak setelah uri lahir.
(3) Bentuk kombinasi pelepasan plasenta,
b) Fase pengeluaran
Apabila gejala – gejala tersebut sudah ada diatas maka plasenta sudah siap untuk dikeluarkan.Kalau pasiannya sadar maka ia diminta untuk mengejan sementara dilakukan tarikan perlahan – lahan pada tali pusat.
Perasat untuk mengetahui lepasnya uri yaitu :
(1) Perasat kustner
Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri menekan di atas simfisis pubis. Bila tali pusat tidak masuk lagi ke dalam vagina berarti plasenta telah lepas.
(2) Perasat strassman
Tangan kanan mengangkat tali pusat, tangan kiri mengetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada tangan kanan, berarti plasenta belum lepas.
a. Perasat klein
Ibu diminta mengejan, tali pusat akan turun, bila berhenti mengejan, tali pusat masuk lagi, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus
b. Perasat Manuaba
Tangan kiri memegang uterus pada segmen bawah rahim, sedangkan tangan kanan memegang dan mngencangkan tali pusat. Kedua tangan ditarik berlawanan, dapat terjadi
· Tarikan terasa berat dan tali pusat tidak memanjang, berarti plasenta belum lepas.
· Tarikan terasa ringan (mudah) dan tali pusat memanjang, berarti plasenta telah lepas
Pengeluaran selaput janin ( membrane ) dilakukan sedemikian rupa sehingga selaputnya dapat keluar dengan utuh :
· Plasenta yang telah lahir dipegang selanjutnya selaput ditarik dan dipilinkan seperti tali.
· Ditarik dengan klem perlahan – lahan
· Dikeluarkan dengan manual dan digital
Normalnya, pelepasan uri ini berkisar ¼ - ½ jam sesudah anak lahir, namun kita dapat menunggu paling lama sampai 1 jam. Tetapi bila banyak terjadi perdarahan atau bila ada persalinan – persalinan yang lalu ada riwayat perdarahan postpartum, maka tak boleh menunggu, sebaiknya plasenta dikeluarkan dengan tangan. Juga kalau perdarahan sudah lebih dari 500 cc atau satu nierbekken, sebaiknya uri langsung dikeluarkan secara manual dan diberikan uterus tonika.
sumber :/http://mahasiswanwu.blogspot.com/
PEMBERIAN SUSU FORMULA DIKAITKAN DENGAN DIARE
Oleh : Uliya Hulul Azmi
Terapi antiretroviral (ART) profilaksis telah mengurangi kejadian penularan ibu-ke-bayi selama kehamilan dan persalinan secara dramatis, tetapi virus dapat ditularkan melalui air susu ibu.
Di negara maju, dengan ada jaminan air bersih dan persediaan susu formula yang aman dan dapat diandalkan untuk bayi, perempuan HIV-positif disarankan untuk tidak menyusui. Tetapi, di rangkaian miskin sumber daya, WHO menyarankan untuk menyusui, terutama pada enam bulan pertama, kecuali apabila pemberian susu formula “dapat diterima, dimungkinkan, terjangkau, dan aman,” atau “AFASS ( acceptable, feasible, affordable, sustainable, safe ).”
Dalam satu sesi tentang “Masalah mendesak di dunia berkembang” pada konferensi CROIke-14 pada 25 Februari, Tracy Creek dari Centers for Disease Control and Prevention, AS (CDC) menyampaikan peninjauan tentang jangkitan diare di antara bayi di Botswana yang menyoroti kebutuhan akan pertimbangan yang cermat mengenai keuntungan dan risiko terhadap menyusui.
Di Botswana, pada 2005 hampir sepertiga perempuan hamil terinfeksi HIV. Negara tersebut memiliki program yang dikembangkan dengan baik untuk mencegah penularan ibu-ke-bayi, dan 80 persen perempuan hamil yang HIV-positif menerima sedikitnya AZT. Ibu HIV-positif juga menerima susu formula cukup untuk 12 bulan secara gratis dari klinik.
Botswana mengalami periode curah hujan yang sangat tinggi pada November 2005, dan pada Januari 2006, petugas kesehatan masyarakat mulai melihat peningkatan diare pada anak. Kasus meningkat empat kali lipat, dari sekitar 8500 pada 2004 menjadi lebih dari 35.000. Sementara itu kematian meningkat lebih dari 20 kali lipat dari 24 menjadi hampir 530. Pada Maret, petugas kesehatan mencatat kejadian sekunder yaitu kekurangan gizi pada bayi. Wabah diare berhenti awal April.
Contoh tinja dari anak yang dirawat di rumah sakit karena diare menunjukkan bahwa 60 persen terinfeksi kriptosporidium, 50 persen E.coli , 38 persen Salmonela, dan 17 persen Sigela; banyak yang dengan beragam patogen.
Penyelidikan epidemiologi terhadap wabah ini mengungkapkan bahwa sebagian besar bayi yang menderita diare tidak disusui. Dr. Creek melaporkan dalam analisis multivariat, tidak menyusui merupakan “prediktor terkuat” terhadap diare pada bayi, meningkatkan risiko 50 kali lipat. Menggambarkan besarnya jangkitan tersebut, dalam satu desa, sepertiga bayi yang diberi susu formula meninggal akibat diare, tetapi tidak satupun yang disusui.
Pada kelompok sub penelitian terhadap 153 bayi dengan diare, 93 persen tidak disusui (kira-kira tiga perempatnya diberi susu formula dan 25 persen diberi susu sapi). Tetapi hanya 65 persen ibu yang HIV-positif, menunjukkan bahwa terjadi “kelolosan” dalam pemberian susu formula pada yang tidak terinfeksi HIV. Di antara bayi, 18 persen HIV-positif. Beberapa ibu melaporkan bahwa klinik tidak mampu menyediakan cukup susu formula secara gratis. Kwashiorkor – sebuah bentuk kekurangan gizi pada anak terkait dengan kekurangan asupan protein – adalah satu-satunya prediktor kematian yang bermakna, bukan status HIV ibu atau bayi.
Setelah presentasi tersebut, Peggy Henderson dari WHO mengkaji ulang manfaat dan risiko menyusui pada ibu yang HIV-positif. Sejak terakhir kalinya WHO mengeluarkan saran tentang pemberian makanan pada 2000, telah terkumpul bukti yang menunjukkan bahwa menyusui bayi secara ekslusif selama enam bulan pertama terkait dengan penularan HIV yang lebih rendah dibandingkan gabungan antara menyusui dengan pemberian susu formula, penghentian pemberian air susu ibu dikaitkan dengan diare dan peningkatan mortalitas pada bayi terpanjan HIV, dan menyusui lebih dari enam bulan tampak meningkatkan ketahanan hidup bayi. Sebagai tambahan, perempuan yang memakai ART sepertinya mempunyai kemungkinan lebih rendah menularkan HIV melalui air susu ibu, meskipun penelitian tersebut belum selesai.
Pada Oktober 2006, HIV and Infant Feeding Technical Consultation menyepakati pernyataan yang menekankan bahwa pilihan pemberian makanan yang paling tepat untuk ibu HIV-positif tergantung pada keadaan masing-masing individu.
Dalam kesimpulannya, Dr. Henderson menekankan pentingnya untuk “melindungi” dan mendorong pemberian air susu ibu oleh perempuan yang tidak terinfeksi HIV. Lebih lanjut, semakin banyak bukti – misalnya seperti yang disediakan oleh kejadian Botswana – memberi kesan bahwa di antara perempuan HIV-positif, manfaat pemberian air susu ibu sering melampaui risiko penularan HIV (kira-kira satu persen per bulan), terutama apabila sang ibu memiliki jumlah CD4 yang tinggi dan menerima ART.
sumber : http://mahasiswanwu.blogspot.com/
Rabu, 11 Juni 2014
ghinandini
ghinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinAndinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandinighinandini
Langganan:
Postingan (Atom)